Orang Miskin Tetap Susah Kuliah

Tahun ajaran baru telah datang, orangtua dan para siswa sudah sibuk mencari sekolah mana yang akan di pilih (mulai sekolah dasar maupun sampai perguruan tinggi) dan menghitung-hitung berapa dana yang harus di siapkan.   Karena saat ini, untuk mendapatkan sekolah yang bagus harus sukarela untuk mengeluarkan dana yang bernilai jutaan bahkan sampai ratusan juta.  Wajar, bila dikatakan orang miskin terlarang untuk sekolah yang bermutu.  Beberapa bulan yang lalu, tersebar opini bahwa orang miskin sudah berpeluang untuk kulah, bahkan pernyataan ini langsung dilontarkan oleh orang no 1 di jajaran dinas pendidikan nasional.

Mendiknas Muhammad Nuh, : “Istilah orang miskin tidak bisa kuliah sudah kita kubur dalam-dalam. Sekarang orang miskin bisa kuliah, apalagi sekarang pemerintah telah menyediakan beasiswa bidik misi bagi calon mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin,” (Republika.co.id, 23 April 2011). Pada saat kunjungan ke Pangkal Pinang Mendiknas juga mengulang kata-kata yang sama saat bertemu dengan  perwakilan siswa SMU sePangkal Pinang, bahwa mereka yang kurang mampu tetap bisa meneruskan kuliah, dan jangan memikirkan kuliah yang mahal.  “Tidak jamannya lagi orang miskin dilarang kuliah”, katanya (Tempo Interaktif, 22/1/2011). Ini diperkuat dengan Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi yang dilengkapi pasal-pasal yang menampilkan kesan sosial atau undang undang pro rakyat,  yaitu perguruan tinggi tersebut harus menerima minimal 20% mahasiswa dari golongan fakir-miskin, tapi mempunyai otak cemerlang. Misalnya pasal 88:  (1) PTN dan PTN Khusus wajib menerima calon mahasiswa Warga Negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh mahasiswa baru. (2) PTN dan PTN Khusus wajib mengalokasikan bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa warga negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh mahasiswa. Namun, apakah betul orang miskin gampang kuliah????

Orang Miskin Tetap Susah Kuliah!!!

Berdasarkan data total mahasiswa di Indonesia yaitu 4.657.483 orang pada tahun 2009, padahal jumlah penduduk Indonesia pada usia kuliah yaitu 19 – 24 tahun mencapai 25.644.690 orang. Dengan demikian hanya 18% usia kuliah yang bisa duduk di pergrguruan tinggi.  Sekarang jumlah total mahasiswa naik, walaupun tidak banyak yaitu 4,8 juta orang. Karenanya APK(angka partisipasi kasar) juga naik menjadi 18,4 persen (www.globalmuslim.web.id).

Untuk meningkatkan angka partisipasi kuliah, maka pemerintah menetapkan PTN dan PTN Khusus  harus menerima minimal 20% mahasiswa dari golongan fakir-miskin, tapi mempunyai otak cemerlang. Disamping itu pemerintah juga mengelontorkan beasiswa. Pada Januari 2010 pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas menyalurkan beasiswa  sebanyak 20 ribu  beasiswa kuliah bagi lulusan SMA sederajat, diberikan kepada calon mahasiswa dari keluarga ekonomi kurang mampu, tetapi berprestasi. Mereka bisa memilih kuliah di semua PTN, baik program diploma maupun sarjana. (Tempo Interaktif Rabu, 19 Januari 2011).

Benarkah  kuota  minimal 20% mahasiswa dari golongan fakir-miskin dan beasiswa yang diberikan, mampu menyulap mahasiswa miskin bisa kuliah?.Tentu saja tidak, karena: Pertama, Sudah menjadi rahasia umum bahwa mereka yang memilih bekerja setelah lulus SMU atau tidak melanjutkan kuliah adalah mereka dari golongan kurang mampu. Karenanya wajar kalau angka partisipasi kuliah sangat rendah yaitu 18,4%, sekalipun negeri ini kaya raya-”gema ripa loh jinawi“. Dengan demikian kuota 20% bagi mahasiswa miskin, sangat jauh dari angka ideal. Kenapa demikian, karena 20% yang dimaksud dalam undang-undang, bukan 20% dari jumlah seluruh mahasiswa di Perguruan Tinggi. Akan tetapi hanyalah 20% dari PTN dan PTN Khusus. Kedua, seandainya 4,8 juta atau 100% mahasiswa mendapat beasiswa, itu saja baru 18,4% dari angka partisipasi kuliah. Artinya  dari jumlah penduduk usia kuliah yaitu 19-24 tahun, hanya 18,4% penduduk Indonesia yang mendapat kesempatan kuliah. Karenanya jika beasiswa hanya diberikan kepada 20ribu mahasiswa miskin berprestasi tiap tahun, ini masih sangat jauh dari layanan pendidikan yang seharusnya  dilakukan Negara untuk seluruh rakyatnya. Ketiga, di negeri ini orang miskin tetap susah kuliah, kalau tidak dikatakan mustahil.  Bagaimana tidak, biaya kuliah mahal. Ada beasiswa bukan untuk mahasiswa yang menyandang predikat miskin saja, tetapi miskin yang berprestasi. Dengan kata lain mereka diberi beasiswa, bukan karena tidak punya biaya kuliah alias miskin saja, akan tetapi karena mereka miskin dan berprestasi. Karena jika memang beasiswa itu diperuntukkan bagi mahasiswa fakir-miskin, tentu tidak melihat apakah dia berprestasi atau tidak, akan tetapi hanya memberi syarat minimal dari sisi kemampuan berfikir,  dia layak kuliyah atau tidak.

Negara Kapitalis tak Bertanggung Jawab pada rakyatnya

Selama negeri ini masih menerapkan sitem kapitalisme dalam kehidupan berbangsa dan  bernegara, maka Negara tidak akan pernah serius melayani kebutuhan rakyatnya termasuk pemenuhan kebutuhan akan pendidikan tinggi yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh warga negaranya.  Yang ada sebaliknya, Negara manapun yang mnerapkan system kapitalisme akan menitikberatkan pencarian keuntungan yang sebesar-besarnya sekalipun harus menelantarkan rakyatnya.   Sistem Kapitalisme akan melegalisasikan seluruh aktivitas bernuansa perdagangan yang menghasilkan keuntungan materi yang sebesar-besarnya, tidak terkecuali pendidikan tinggi sarat dengan liberalisasi yang kental kapitalisasi.  Hal ini dilatarbelakangi Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) yang telah meratifikasi Agreement Establising the World Trade Organization dengan ditetapkankannya  Undang-Undang No.7 Tahun 1994 pada tanggal 2 Nopember 1994. Sebagai dampaknya Indonesia harus menjalankan liberalisasi perdagangan, termasuk perdagangan jasa pendidikan. Implementasinya adalah dengan ditetapkannnya Perppu No 66 ini. Selanjutnya akan segera menyusul Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi, yang rencananya disahkan tahun 2012. Pada rancangan tersebut ada pembahasan yang memperkuat  pengelolaan keuangan perguruan tinggi dengan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) yang terdapat pada pasal 84 yaitu  pola  pengelolaan secara mandiri oleh PTN berbadan hukum dan PTN mandiri. Pola pengelolaan mandiri ini berdasarkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum yang khusus untuk Perguruan Tinggi.

Dengan demikian jelaslah di negeri yang menerapkan aturan pendidikan kapitalis dan liberalis, orang miskin susah kuliah.

Kuliah Gratis dan Bermutu dalam Naungan Khilafah Islamiyah

Semua warga Negara bisa kuliah termasuk yang miskin hanya bisa kita dapatkan jika negara menerapkan Syari’ah Islamiyah dalam wadah Khilafah Islamiyah. Dalam buku  Strategi Pendidikan Daulah Khilafah, Syekh Abu Yasin menyebutkan: Pertama. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara  secara gratis. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara gratis. Kedua, Negara menyediakan perpustakaan, Laboratorium dan sarana ilmu pengetahuan lainnya yang representatif, selain gedung-gedung sekolah, kampus-kampus untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti fikih, ushul fikih, dan tafsir termasuk bidang pemikiran, kedokteran, teknik, kimia serta penemuan, inovasi dan lain-lain sehingga ditengah-tengah umat lahir sekelompok mujtahid, saintis, tehnokrat yang sampai pada derajat penemu dan inovator.

Pembiayaan Pendidikan Khilafah Islamiyah

Sumber Pembiayaan Pendidikan dalam Islam berasal dari Departemen Keuangan Negara, yaitu Baitul Mal. Dan sumber-sumber keuangan Baitul Mal antara lain: Pertama, Harta milik negara yang berupa tanah, bangunan, sarana umum dan pendapatannya serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kedua, pengelolaan negara atas kepemilikan umum seperti Sumber Daya Alam yang menjadi milik umum; barang tambang: minyak bumi, emas, perak, besi, batu bara dan lain-lain. Ketiga, Anfal, Ghanimah, Fai, Khumus Kharaj, Jizyah dan Usyur. Keempat, Infak, Shodaqoh, Wakaf, zakat dan harta yang tidak ada ahli warisnya. Kelima, Penyitaan harta para koruptor serta harta yang diperoleh oleh pegawai negara dari tindakan curang yang lain. Keenam, Pajak. Ini merupakan pemasukan Negara dan dipungut pada saat Baitul Mal kekurangan dana dan hanya diwajibkan kepada warga negara yang kaya[1].

Negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia didalam mengarungi kanca kehidupan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan: Jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara  secara gratis. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara gratis.

Negara menyediakan perpustakaan, Laboratorium dan sarana ilmu pengetahuan lainnya yang representatif, selain gedung-gedung sekolah, kampus-kampus untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutikan penelitian dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti fikih, ushul fikih, dan tafsir termasuk bidang pemikiran, kedokteran, teknik, kimia serta penemuan, inovasi dan lain-lani sehingga ditengah-tengah umat lahirsekelompok mujtahid, saintis, tehnokrat yang sampai pada derajat penemu dan inovator[2].

Negara wajib menyediakan pendidikan bebas biaya dan menyediakan fasilitas pendidikan.hal ini berdasarkan apa yang dilakukan Rasulullah dan ijma’ ulama’ yang memberi gaji kepada para pengajar dari Baitul Maal. “Rasulullah telah menentukan tebusan tawanan perang Badar berupa keharusan mengajar    sepuluh kaum muslimin “. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari sadaqoh ad Dimasyqi, dari Wadl-iah bin Atha bahwa:” ada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji lima belas dinar(kurang lebih 63.75 gram emas) setiap bulan”[3].

Dari sini membuktikan bahwa masalah pendidikan merupakan tanggung jawab negara. Disamping itu Negaralah yang mempunyai kewajiban memelihara, mengatur dan melindungi urusan rakyat[4]. Sabda Rasulullah Saw: “Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan pengembala dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya” (Muttafaq alaih).

Pembiayaan Pendidikan Gratis/ Bebas Biaya di Indonesia

Sebenarnya Indonesia bisa menyelenggarakan pendidikan  bebas biaya, karena sumber- daya  alam Indonesia yang kaya raya. Dari hasil tambang emas saja rata-rata produksi pertahun 126,60 ton. Jika harga satu gram emas Rp 200.000, maka pendapatan Negara dari emas saja sudah 253,2 trilyun pertahun. Menurut S. Damanhuri dari sektor kelautan saja dihasilkan US$ 82 milyar. Jika 1 US$ = Rp.10.000, maka hasilnya Rp 820 trilyun[5].(lebih banyak dari APBN Indonesia 2010 Rp. 699.7 trilyun dan APBN 2011 Rp 1.229,5 trilyun

Leave a comment